Beranda | Artikel
Bertawassullah Dengan Benar Agar Berhasil
Minggu, 2 Maret 2014

BERTAWASSULLAH DENGAN BENAR AGAR BERHASIL

Memiliki kedekatan dengan Rabb merupakan dambaan setiap insan beriman. Karena itu merupakan kunci kebahagian dunia dan akhirat. Mengingat begitu besar arti kedekatan ini, maka tidak mengherankan kalau kemudian sebagian besar kaum Muslimin berusaha sekuat tenaga dan dengan menempuh segala perantara demi meraihnya. Namun sangat disayangkan, karena tidak dilandasi ilmu dan aqidah yang benar, akhirnya dambaannya seakan mustahil diraih, karena salah memilih jalan, justru semakin jauh dari Rabb.

Mencari wasilah yang bisa mengantarkan seseorang agar bisa menggapai tujuan atau mempermudah menggapai tujuan tidak terlarang dalam Islam. Bahkan Allâh Azza wa Jalla berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allâh dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, [al-Mâ-idah/5:35]

Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu mengatakan, “Makna wasilah dalam ayat tersebut adalah peribadahan yang dapat mendekatkan diri kepada Allâh (al-qurbah).” Demikian pula yang diriwayatkan dari Mujâhid, Abu Wa’il, al-Hasan, ‘Abdullah bin Katsir, as-Suddi, Ibnu Zaid dan yang lainnya. Qatâdah berkata tentang makna ayat tersebut, “Mendekatlah kepada Allâh dengan mentaati-Nya dan mengerjakan amalan yang diridhai-Nya.[1]

Inilah yang seharusnya dipahami dan dipraktikkan oleh kaum Muslimin. Yaitu menjadikan amal shalihnya sebagai perantara untuk lebih mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla atau boleh juga menjadikan do’a orang shalih yang masih hidup sebagai perantara dengan cara kita minta kepadanya untuk mendo’akan kebaikan buat kita kepadas Allâh Subhanahu wa Ta’ala atau menjadikan asma’ul husna sebagai perantara. Menjadikan hal-hal ini sebagai wasilah disebut dengan tawassul masyru’ . Dan alhamdulillah itu sudah cukup kalau seseorang ingin mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla .

Namun amat disayangkan, tidak sedikit di antara kaum Muslimin yang terpedaya oleh bisikan iblis, sehingga mereka menciptakan berbagai jenis tawassul ‘baru’ yang tidak memiliki landasan sahih (yang benar) dari al-Qur’ân maupun Hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal mestinya, mereka harus waspada. Karena kesalahan sedikit dalam masalah tawassul ini akan berakibat fatal, misalnya tawassul yang dilakukannya tidak akan diterima atau tidak bisa merealisasikan harapan atau na’ûdzubillâh bisa terjerumus kedalam perbuatan syirik. Alangkah besar resikonya ! Semoga Allâh Azza wa Jalla senantiasa membimbing kita sehingga tidak mudah terpedaya oleh kata-kata manis nan memikat.

Tawassul yang tidak syar’i ini bisa diklasifikasikan menjadi dua :

  1. Tawassul syirik

Maksudnya, si pelaku tawassul berdoa memohon dan meminta kepada obyek tawassul, baik yang menjadi obyek yang dimintai itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , para wali atau yang lainnya. Walaupun pelakunya menamakan praktek ini dengan tawassul, namun sebenarnya adalah perbuatan syirik, karena ia telah mempersembahkan ibadah kepada selain Allâh. Ibadah yang dimaksud adalah doa.

Contoh tawasul syirik seperti Tawassul dengan meminta do’a kepada orang mati, karena mayit tidak mampu berdo’a seperti ketika ia masih hidup. Demikian juga meminta syafa’at kepada orang mati.

  1. Tawassul bid’ah

Maksudnya tawassul yang tidak ada tuntunannya dalam al-Qur’an atau hadits yang sahih, namun tidak mengandung unsur persembahan ibadah kepada selain Allâh Azza wa Jalla .

Contoh tawasul bid’ah antara lain tawassul dengan dzat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau orang-orang shalih, dengan hak dan jâh (kehormatan atau kedudukan) mereka dan yang semisal.

Catatan penting.
Klasifikasi tawassul yang tidak syar’i menjadi tawassul syirik dan tawassul bid’ah, bertujuan untuk menjelaskan konsekwensi di dunia maupun akhirat yang akan diterima oleh masing-masing pelaku dua jenis tawassul tadi. Keduanya bathil, namun memiliki konsekuensi berbeda. Adalah tidak adil andaikan pelaku bid’ah non syirik divonis musyrik. Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah (w. 728 H) menjelaskan bahwa tidak ada satupun di antara para Ulama yang mengkafirkan orang yang bertawassul dengan dzat. Bahkan menurut beliau t orang yang mengkafirkan pelaku bid’ah seperti ini layak untuk dihukum agar jera[2]

Walaupun perlu diingat pula bahwa tawassul bid’ah merupakan sarana yang bisa mengantarkan kepada tawassul syirik, sehingga tetap wajib untuk dihindari.[3]

Akhirnya kita simpulkan, ingin meraih apa yang menjadi dambaan, maka bertawassullah dengan cara yang dibenarkan syari’at Islam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XV/1433H/2012M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Tafsîr Ibni Jarir ath-Thabari (IV/567), cet. Daarul Kutub al-’Ilmiyyah dan Tafsîr Ibni Katsiir (III/103), tahqiq Sami Muhammad as-Salamah, cet. IV, th. 1428 H, Daar at-Thaybah.
[2] Lihat: Majmû’ Fatâwâ Syaikh al-Islâm (I/106).
[3] Baca: Juhûd ‘Ulamâ al-Hanafiyyah karya Syams al-Afghany (III/1485).


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3856-bertawassullah-dengan-benar-agar-berhasil.html